News Photo

KLHK BERBAGI PENGALAMAN PENGELOLAAN GAMBUT DI PAVILIUN INDONESIA COP 27

  • Kamis, 17 November 2022
SARM EL-SHEIKH, Mesir, 16 - 17 November 2022. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut bersama dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan menjadi perwakilan pada sesi Workshop dalam acara Conference of The Parties (COP) 27 - The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang diselenggarakan di Sharm El Sheikh, Mesir selama dua hari berturut-turut. Dr. Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tampil sebagai Keynote Speaker mewakili pihak Indonesia dalam rangkaian workshop.
 
Workshop pertama pada hari Rabu, 16 November 2022 bertajuk “Indonesia Achievement on Conservation and Sustainable Management on Peatland Ecosystem and the Center of Excellent for Folu Net SINK 2030”. Alue Dohong sendiri menyampaikan seminarnya dalam topik The Center of Excellent in Land Base Approach and Its Important Role for Conservation and Sustainable Management of Peatland Ecosystem in Addressing Climate Change. Beberapa pakar juga turut andil dalam workshop ini adalah SPM Budisusanti, Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut KLHK; Jahan-Zeb Chowdhury, Environment and Climate Cluster Lead, IFAD; Prof. Lars Hein, Wageningen University; Iwan Setiawan, Deputy Director, PT. Sinarmas Group; dan Dian Novarina, Deputy Director of Sustainability and Stakeholders Engagement, APRIL GROUP.
 
Adapun kegiatan di dalamnya antara lain berbagi pengalaman tentang pentingnya keterlibatan multi-stakeholder dalam basis lanskap dan menjaga kesinambungan dan keberlanjutan pencapaian serta mempromosikan inovasi dan penerapan pendekatan secara nyata dalam mengembangkan Center of Excellent untuk pembelajaran, replikasi, serta memastikan keberlanjutan pelaksanaan Konservasi dan Pengelolaan Berkelanjutan untuk mendukung Indonesia FOLU NET SINK 2030 dan Pencapaian NDC Indonesia. Diundangnya para pakar dalam workshop ini bertujuan untuk mengembangkan pendekatan dan metodologi strategis dalam mengembangkan Center of Excellent untuk pembelajaran dan replikasi serta memastikan keberlanjutan implementasi Konservasi dan Pengelolaan Berkelanjutan untuk mendukung Indonesia FOLU NET SINK 2030 dan Pencapaian NDC Indonesia.
 
Seperti yang diketahui bersama, Indonesia memiliki komitmen tinggi untuk melindungi ekosistem lahan gambut. Di masa pandemi Covid-19, Indonesia telah mencapai perbaikan berkelanjutan pada restorasi lahan gambut di areal konsesi dari 3,4 juta hektar pada tahun 2019 menjadi 3,7 juta hektar pada tahun 2022. Restorasi tersebut dilakukan baik di areal pemegang konsesi maupun areal masyarakat, melalui penerapan prinsip 3R, pembasahan, pembasahan, rehabilitasi, dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat agar memiliki kekuatan dan kapasitas untuk berpartisipasi aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lahan gambut.
 
Di tingkat internasional, Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan dalam mempromosikan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut termasuk inisiatif dalam mendirikan International Tropical Peatland Centre (ITPC) bekerja sama dengan Republik Demokratik Kongo (DRC), Republik Kongo dan Peru. Indonesia juga telah mensponsori resolusi tentang “Konservasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan” di UNEA 4 Maret 2019 dan diadopsi sebagai UNEP/EA.4/L.19. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil menggalang dukungan dari negara-negara anggota dalam mengadopsi resolusi tersebut. Pembelajaran juga telah diambil dari Presidensi G20 Indonesia 2022 bahwa Indonesia adalah pelopor konservasi dan pengelolaan berkelanjutan dan menjadikan ini sebagai contoh.
 
Dari implementasi di atas, keterlibatan multi-stakeholder dalam basis lanskap dan menjaga kelangsungan dan keberlanjutan pencapaian menjadi penting. Program dan kegiatan telah dilaksanakan, baik dengan anggaran pemerintah pusat dan daerah atau beberapa ribu dari donor, namun sebagian besar dilaksanakan dalam tahun atau jangka waktu tertentu. Memang sangat penting untuk mengembangkan pusat keunggulan berbasis lanskap untuk konservasi terpadu dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem lahan gambut untuk memastikan kelangsungan dan keberlanjutan kinerja setelah proyek atau program selesai. Pada level ini, seluruh pemangku kepentingan di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) tertentu memiliki kemampuan untuk melibatkan – berpartisipasi secara langsung secara terintegrasi dengan pemangku kepentingan lainnya di dalam KHG.
 
Pada penyampaian pidato kunci, Alue Dohong menyatakan, “Indonesia telah memulai Konservasi dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan pada tahun 1990 atau lebih dari 30 tahun yang lalu. Upaya ini dipercepat akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang berulang kali terjadi pada tahun 1998 dan 2015 yang berujung pada restorasi lahan gambut secara masif. Sebagai negara dengan ekosistem lahan gambut terbesar ke-4 di dunia dan lahan gambut tropis terbesar di dunia, Indonesia telah menetapkan standar baru untuk konservasi dan pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan”.
 
Lebih lanjut, Alue menjelaskan bahwa Indonesia telah memulihkan fungsi hidrologis ekosistem lahan gambut seluas lebih dari 4 juta hektar, baik di wilayah konsesi maupun masyarakat. Ini termasuk pembangunan lebih dari 30.000 infrastruktur pembasahan (yaitu sekat kanal, penimbunan kanal, pintu air dan kolam), rehabilitasi vegetasi, dan peningkatan mata pencaharian masyarakat setempat melalui program yang disebut “Desa Mandiri Peduli Gambut” di lebih dari 800 desa, bersama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
 
Workshop selanjutnya dilaksanakan pada pada Kamis, 17 November 2022 yaitu “Sustainable Finance: Opportunity and Challenge for Conservation and Sustainable Management of Peatland Ecosystem. Kali ini, Bapak Alue Dohong menyampaikan seminarnya dalam topik The Importance of Sustainable Finance to Enhance the Implementation of Conservation and Sustainable Management of Pearland Ecosystem. Pakar-pakar yang ikut dalam bahasan workshop ini antara lain Dianna Kopansky, Policy and Program Expert, UNEP; Valerie Hickey, Environment Global Director, World Bank; Pierre-Yves Guedez, Senior Climate Finance Specialist, IFAD; Jochen Flasbarth, State Secretary, The Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, Germany; dan Milagros Sandoval, Director General for Climate Change and Desertification, Ministry of Environment, Peru.
 
Kegiatan ini bertujuan untuk berbagi informasi dan update status Komitmen Negara-negara G20 tentang konservasi dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem lahan gambut dan strategi untuk aksi-aksi ke depan serta berbagi Informasi dan Pengetahuan tentang aksesibilitas dan ketersediaan Keuangan Berkelanjutan untuk meningkatkan pelaksanaan konservasi dan pengelolaan ekosistem lahan gambut secara berkelanjutan bagi penerima manfaat global. Dalam diskusinya, workshop tersebut membuka kesempatan bagi para pakar dan audiens untuk menyampaikan umpan balik dan masukan untuk pengetahuan yang lebih baik tentang Keuangan Berkelanjutan untuk meningkatkan implementasi konservasi dan pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan bagi penerima manfaat global.
 
Pembelajaran juga telah diambil dari beberapa forum dan diskusi internasional bahwa Indonesia adalah yang terdepan dalam implementasi konservasi dan pengelolaan berkelanjutan, namun beberapa negara dengan lahan gambut tampaknya tertinggal jauh karena kendala teknis, pengetahuan, dan anggaran.
 
Rangkuman keketuaan G20 tentang Pertemuan Bersama Menteri Lingkungan dan Iklim pada 31 Agustus 2022, menyatakan bahwa negara-negara G20 mendukung peningkatan keuangan berkelanjutan untuk melindungi, melestarikan, menggunakan secara berkelanjutan, dan memulihkan semua ekosistem, seperti namun tidak terbatas pada lahan basah air permukaan dan tanah termasuk lahan gambut dan bakau, terumbu karang, hutan, laut dan ekosistem unik lainnya dengan kerja sama dan kolaborasi yang erat dengan Kelompok Kerja Keuangan Berkelanjutan G20.
 
“Mengingat pentingnya peran Ekosistem Gambut, maka perlu dilakukan pengelolaan Ekosistem Gambut secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kerjasama antar negara untuk berbagi informasi dan pengalaman. Keterlibatan dengan masyarakat lokal sangat penting, karena semua kegiatan harus dilakukan di lapangan. Hal ini juga dimaksudkan untuk mendorong kerjasama antar pemangku kepentingan, termasuk negara, sektor swasta, donor, lembaga pelaksana, lembaga penelitian dan siapa saja yang berpartisipasi dalam perlindungan dan pengelolaan lahan gambut”, ungkap Alue.
 
 
OOooOO
 
 
 
Penulis: Hanum Sakina