Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka

  • Selasa, 8 Desember 2015

KEBIJAKAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN AKSES TERBUKA
akibat kegiatan penambangan
 

Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor pembangunan yang mampu menggerakan roda perekonomian Indonesia.  Indikasi ini terlihat dari kontribusi penerimaan negara yang setiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Selain itu, sektor pertambangan juga memberikan efek pengganda (multiplier effect) atau menjadi pendorong pertumbuhan sektor pembangunan lainnya serta menyediakan kesempatan kerja khususnya bagi masyarakat di sekitar penambangan. Dalam perkembangannya muncul permasalahan dalam industri pertambangan tidak hanya terkait dengan permasalahan politis, sosial, peraturan perundangan hingga Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tetapi juga permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
 
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa praktek penambangan yang tidak direncanakan sesuai dengan potensi atau cadangan bahan tambang dan menerapkan prinsip-prinsip penambangan ramah lingkungan berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan berupa antara lain perubahan bentang alam yang tidak teratur dan kerusakan tanah sehingga berdampak pada terjadinya erosi dan mengakibatkan lahan menjadi tidak produktif bahkan menimbulkan terjadinya bencana bagi manusia.  Praktek penambangan yang dikerjakan oleh masyarakat memberikan gambaran gagalnya perencanaan pengelolaan pertambangan berbasis lingkungan. Lahan-lahan bekas tambang tidak dilakukan pengelolaan atau dengan kata lain ditelantarkan bahkan ditinggalkan oleh para penambang maupun pemilik lahan. Berdasarkan hasil inventarisasi berbasis citra satelit ditemukan sebanyak 8384 titik memberikan indikasi bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem terbuka yang ada di Indonesia pada umumnya menyebabkan perubahan lingkungan. Hasil verifikasi lapangan memberikan gambaran bahwa perubahan lingkungan dicirikan dengan permukaan lahan menjadi tidak teratur, kesuburan tanah rendah dan kerusakan struktur tanah yang berpotensi mengakibatkan erosi. Material tanah lepas yang tererosi air hujan dan terangkut ke sungai terdekat akan meningkatkan kekeruhan air sungai dan pencemaran sungai dari unsur/logam tertentu. Praktek penambangan yang dikerjakan oleh masyarakat secara umum memiliki karakteristik antara lain tanah pucuk (top soil) yang ada tidak diamankan atau disimpan terlebih dahulu sehingga ikut tergali dan dibuang ke tempat lain atau tertimbun oleh material buangan sehingga pada pasca tambang permukaan tanah yang semula tanaman tertentu dapat tumbuh menjadi mati. Material hasil penggalian yang tidak diinginkan dibuang di sekitar lubang tambang, ditimbun dan sebagian diratakan untuk tempat kerja (saung tempat istirahat para pekerja tambang atau menyimpan alat tambang) dan tempat penumpukan sementara bahan tambang misalnya bijih emas terpilih sebelum dilakukan pengolahan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan upaya komprehensif dalam bentuk pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan lahan agar dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan yang timbul akibat kegiatan pertambangan dapat ditekan seminimal mungkin.
 
Langkah strategis yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dengan membentuk Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka sebagai salah satu unit kerja teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang diberi mandat untuk melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi bimbingan teknis di bidang pemulihan kerusakan lahan akses terbuka sebagai tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18 /MenLHK-II/2015 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan pada pasal 745 dan pasal 746. Konsep pemulihan yang diimplementasikan adalah pemulihan berbasis desa dengan sasaran yang diinginkan tercapai adalah peningkatan fungsi lingkungan, peningkatan perekonomian masyarakat desa dan penyerapan tenaga kerja.
 
Sejalan dengan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019 yaitu “Menjaga kualitas lingkungan hidup untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air, dan kesehatan masyarakat” dan sasaran program Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan 2015-2019 yaitu “Meningkatnya kualitas tutupan lahan” maka untuk menjalankan amanat tersebut, sasaran kegiatan yang ditetapkan dalam Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka adalah “Meningkatnya luas lahan terlantar bekas pertambangan rakyat yang dipulihkan” dengan target yang ingin dicapai secara berturut-turut seluas 6 Ha pada tahun 2016, seluas 8 Ha pada tahun 2017, seluas 10 Ha pada tahun 2018, seluas 14 Ha pada tahun 2019. Pencapaian target tersebut ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 

  1. Inventarisasi lokasi lahan akses terbuka akibat kegiatan penambangan dan pemutakhiran status kerusakan lahan di 33 Provinsi
  2. Perencanaan pemulihan lahan akses terbuka melalui kegiatan penyusunan study kelayakan (feasibility study) dan Detailed Engineering Design (DED)
  3. Pelaksanaan Pemulihan Lahan meliputi penataan lahan (rekontruksi bentuk lahan, pengendalian erosi, pembuatan saluran drainase), penanaman (penyediaan bibit, perbaikan kualitas tanah, pengelolaan sumber air, dan penanaman), dan pemeliharaan.
  4. Pembentukan kelembagaan masyarakat melalui kegiatan pendampingan selama proses pembentukan badan usaha yang akan mengelola keberlanjutan lahan pasca pelaksanaan pemulihan
  5. Pemantauan dan Evaluasi pada saat dan pasca pelaksanaan pemulihan untuk memastikan keberlanjutan operasional pengelolaan lahan

 
Kunci keberhasilan pemulihan kerusakan lahan akses terbuka terletak pada komitmen Pemerintah Daerah dan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama atau Perjanjian Kerjasama antara KLHK dengan pemerintah daerah.