News Photo

EKSPOSE INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2022: “KINERJA PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS LINGKUNGAN MENINGKAT”

  • Kamis, 22 Desember 2022
Jakarta, 22 Desember 2022. Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan sebagai salah satu unit kerja eselon I lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendukung ketercapaian Sasaran Strategis 1 (SS.1) yaitu terwujudnya lingkungan hidup dan hutan yang berkualitas serta tanggap terhadap perubahan iklim dengan Indikator Kinerja utama Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
 
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) merupakan indikator kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional yang dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mendukung proses pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Nilai IKLH Nasional merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara Nasional. IKLH merupakan generalisasi dari indeks kualitas lingkungan hidup seluruh Provinsi di Indonesia, dimana IKLH Provinsi merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan terukur dari indeks kualitas lingkungan hidup seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut.
 
Mulai tahun 2020, indikator kualitas lingkungan yang digunakan untuk menghitung IKLH terdiri dari 4 indikator yaitu: (1) Indeks Kualitas Air (IKA) yang diukur berdasarkan parameter-parameter TSS, pH, DO, BOD, COD, Total Fosfat, NO3, dan Fecal Coli; (2) Indeks Kualitas Udara (IKU) yang diukur berdasarkan parameter SO2 dan NO2; (3) Indeks Kualitas Lahan (IKL) yang diukur berdasarkan luas tutupan hutan dan semak belukar dalam kawasan hutan, kawasan fungsi lindung; dan (4) Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) yang diukur berdasarkan parameter TSS, DO, Minyak dan Lemak, Amonia Total, dan Orto-Fosfat.
 
Pada tahun 2021, perhitungan IKLH mulai diterapkan hingga level kabupaten/kota. Indikator untuk menghitung IKLH kapaten/kota sedikit berbeda dengan indikator untuk menghitung nilai IKLH provinsi dan nasional.
 
Sebagai indikator pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, IKLH merupakan perpaduan konsep Environmental Quality Index (EQI) dan konsep Environmental Performance Index (EPI). IKLH dapat digunakan untuk menilai kinerja program perbaikan kualitas lingkungan hidup dan sebagai bahan informasi dalam mendukung proses pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
 
Capaian IKLH Tahun 2022 sebesar 72,42 dari target yang ditetapkan pada RPJMN sebesar 69,22. Terdapat kenaikan sebesar 0,97 Poin dari tahun sebelumnya. Sedangkan capaian per indeks (sementara) sebagai berikut:
 
·       Indeks Kualitas Air : 53,88
·       Indeks Kualitas Udara : 88,06
·       Indeks Kualitas Lahan : 60,72
·       Indeks Kualitas Air Laut : 84,41
 
Indeks Kualitas Udara (IKU) mengalami peningkatan secara nasional karena terdapat 42 kab/kota dimana berdasarkan evaluasi terhadap indeks respon daerah pada Program Langit Biru pada umumnya kab/kota tersebut memiliki kebijakan dan peraturan, SDM, serta implementasi berupa menyiapkan sarana prasarana seperti pedestrian, jalur sepeda, Ruang Terbuka Hijau (RTH), penerapan area rendah emisi (LEZ); melaksanakan program seperti Car Free Day (CFD) dan gerakan masyarakat (germas) bersepeda. Sementara itu, penurunan IKU disebabkan terdapat 14 kab/kota dimana daerah tersebut  tidak mengalokasikan anggaran dan SDM secara khusus untuk pengendalian pencemaran udara.
 
Indeks Kualitas Air mengalami kenaikan karena jumlah kab/kota yang mengalami kenaikan sebanyak 192 kab/kota (4.884 titik pantau) sedangkan yang mengalami penurunan 157 kab/kota (3.881 titik pantau). Kenaikan IKA di 192 kab/kota disebabkan oleh ketersediaan anggaran, implementasi kegiatan seperti pengawasan terhadap industri dan pembinaan terhadap usaha skala kecil.
 
Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) mengalami kenaikan karena dari 34 provinsi yang dipantau dan dievaluasi, ada 27 provinsi yang meningkat mutunya, sementara yang menurun sebanyak 6 provinsi. Peningkatan kualitas air laut tentu tak terlepas dari adanya implementasi kebijakan seperti rehabilitasi dan restorasi pesisir seperti penanaman mangrove, partisipasi masyarakat dalam pengolahan pesisir dan laut dan tentu perbaikan di hulu, hal ini terlihat naiknya IKA dan IKTL. Sebagaimana kita ketahui bahwa kualitas air laut dipengaruhi 80% oleh pencemaraan dan kerusakan di darat (landbase pollution).
 
Pada data Indeks Kualitas Lahan, terdapat 145 kab/kota yang meningkat nilai IKL-nya, sedangkan yang mengalami penurunan sebanyak 116  kab/kota. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya penambahan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 148.689,35 ha secara nasional.
 
Indeks Kualitas Ekosistem Gambut (IKEG) secara nasional mengalami penurunan dari 67,98 di tahun 2021 menjadi 64,9 di tahun 2022. Penurunan terjadi di 26 kab/kota dengan total selisih perubahan 456.855 ha, 4 kab/kota mengalami kenaikan dengan total selisih perubahan 127.400 ha. Penurunan kualitas ekosistem gambut kualitas ekosistem gambut terjadi antara lain terdapat penambahan kanal artifisial di luar areal dan luasan tutupan lahan. Perbaikan kualitas ekosistem gambut terjadi karena penggunaan hasil inventarisasi skala 1:50.000 sehingga terdapat perubahan status dari Fungsi Lindung menjadi Fungsi Budidaya, dan penambahan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) baru yang berkontribusi terhadap luasan perbaikan. Perhitungan IKEG belum memasukan komponen intervensi pemulihan yang telah dilakukan, baik melalui perbaikan tata kelola air dan rehabilitasi revegetasi , baik di lokasi konsesi maupun di APL, yang selanjutnya akan dievaluasi melalui Indeks Respons Kinerja Daerah (IRKD).
 
Data yang digunakan untuk penghitungan Indeks Kualitas Air adalah sebanyak 14.245 data, meningkat 33,04% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk Indeks Kualitas Udara menggunakan 5.367 data, meningkat 5,62% dari tahun sebelumnya. Pada Indeks Kualitas Air Laut menggunakan 1.195 data, meningkat 25,79% dari tahun sebelumnya.
 
Pada Tahun 2022 dimulai pelaksanaan evaluasi kinerja Pemerintah Daerah untuk meningkatkan IKLH, dengan menggunakan Profil Indeks Respon masing-masing daerah. Profil Indeks Respon diperoleh dari inventarisasi respon Pemerintah Daerah dalam mencapai target IKLH melalui Program Langit Biru, Program Kali Bersih, Program Indonesia Hijau, Program Gambut Lestari dan Program Pantai Lestari.
 
Inventarisasi respon Pemerintah Daerah dilakukan berdasarkan aspek manajemen, meliputi kebijakan dan peraturan, sumber daya manusia dan perencanaan perbaikan kualitas lingkungan, serta aspek teknis, meliputi implementasi kegiatan, pelibatan pemangku kepentingan, publikasi dan inovasi. Berdasarkan hasil analisis indeks respon tersebut, rata-rata alokasi anggaran pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah sekitar 0.01% - 1.19% dari APBD.
 
Dalam aspek  pengembangan SDM, sebanyak 168 kab/kota telah melakukan pelatihan yang berhubungan dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan kepada pegawai lingkup Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pada aspek implementasi, sebanyak 316 kab/kota telah melakukan pemantauan kualitas lingkungan yang bersumber dari APBD serta 223 kab/kota telah melakukan pengawasan industri.
 
Tujuan penyusunan nilai IKLH dimaksudkan sebagai informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat Pusat maupun Daerah yang berkaitan dengan bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, nilai IKLH digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target kinerja program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Nilai IKLH dapat digunakan sebagai instrumen indikator keberhasilan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengelola dan mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
 
Selanjutnya, para Pemerintah Daerah akan melaksanakan masa sanggah terhadap hasil data IKLH yang telah disampaikan. Nantinya ketetapan nilai IKLH akan disampaikan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan diumumkan pada awal Januari 2023.
 
 
OOoooOO

Penulis: Hanum Sakina