KEPUTUSAN MENTERI


    No Judul Ringkasan Isi Ringkasan
    1Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran Nomor KEP- 43/MENLH/10/1996
  • 2Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Nomor KEP-13/MENLH/03/1995
    Mengatur baku mutu emisi sumber tidak bergerak untuk jenis kegiatan : 
    1. Indusrti besi dan baja
    2. Industri pulp dan kertas
    3. Pembangkit lisrtik tenaga uap berbahan bakar batu bara
    4. Industri semen
    Beberapa BME masih berlaku mengacu pada peraturan ini, a.l: BME Pulp & Paper, Besi Baja, BME Jenis Kegiatan Lain. Yang sudah direvisi a.l: BME Pembangkit Tenaga Termal, Industri Semen
  • 3Baku Tingkat Kebisingan Nomor KEP-48/MENLH/11/1996
    Mengatur baku Tingkat Kebisingan, metoda pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingannya

    Ket: Baku Tingkat Kebisingan untuk STB, belum ada revisi regulasi
  • 4Baku Tingkat Getaran Nomor KEP-49/MENLH/11/1996
    Mengatur baku tingkat getaran mekanik dan getaran kejut untuk kenyamanan dan kesehatan, getaran berdasarkan dampak kerusakan, getaran berdasarkan jenis bangunan.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan.
  • 5Baku Tingkat Kebauan Nomor KEP-50/MENLH/11/1996
    Mengatur tentang Baku Tingkat Kebauan untuk odoran tunggal dan campuran, metoda pengukuran/pengujian dan peralatannya.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 6Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak Nomor KEP-205/BAPEDAL/07/1996
    Sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak, yaitu dengan menyusun pedoman teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 7Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional Nomor SK.129/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017
    Melaksanakan ketentuan:
    1. Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
    2. Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/MenLHK/ Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, perlu ditetapkan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut sebagai acuan untuk menetapkan fungsi ekosistem gambut.
  • 8Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional Nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017
    Melaksanakan ketentuan:
    1. Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
    2. Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/MenLHK/ Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, perlu ditetapkan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut sebagai acuan untuk menetapkan fungsi ekosistem gambut.
  • 9Program langit biru Nomor KEP-15/MENLH/4/1996
    Keputusan MenLH untuk program upaya pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak dan sumber tidak bergerak dengan melakukan penetapan kebijaksanaan teknis, koordinasi, bimbingan teknis, pemeriksaan dan evaluasi dari hasil pemantauan, penaatan baku mutu dan pemulihan kualitas lingkungan.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 10Indeks Standar Pencemar Udara Nomor KEP-45/MENLH/10/1997
    Pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. sebagai upaya dalam memberikan kemudahan dan keseragaman informasi kualitas udara ambien kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 11Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Nomor KEP-107/BAPEDAL/11/1997
    Sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 45 /MENLH/ 10/ 1997 tentang Indeks Pencemar Udara, maka ditetapkan Kepmen ini sebagai pedoman teknis perhitungan dan pelaporan serta informasi indeks standar pencemar udara.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 12Baku Mutu Emisi bagi Kegiatan Industri Pupuk Nomor 133 Tahun 2004
    Sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan yang ditetapkan untuk pengendalian emisi dari usaha dan/atau kegiatan industri pupuk mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup.

    Ket: Sudah ada regulasi baru (PermenLHK No. 17 Tahun 2019)
  • 13Penilaian peringkat hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru (mandatory disclosure of automotive emission) Nomor 252 Tahun 2004
    Sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan yang ditetapkan untuk menilai tingkat hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru.

    Ket: Belum ada regulasi baru untuk pengganti atau perubahan
  • 14Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo Nomor SK.315/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018
    Peraturan ini disusun:
    • Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pemerintah berwenang menetapkan daya tampung beban pencemaran.
    • Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 -2019, Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Bengawan Solo
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan izin lingkungan, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, baku mutu air limbah, mutu air sasaran.
  • 15Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Kapuas Nomor SK. 317/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018
    Peraturan ini disusun:
    1. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Kapuas termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Kapuas
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Kapuas
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Kapuas dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Izin lingkungan, Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran.
  • 16Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Siak Nomor SK.318/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018
    Peraturan ini disusun:
    1. Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,  pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Siak termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Siak
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Siak
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Siak dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan, Izin lingkungan, Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran
  • 17Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung Nomor SK.298/Menlhk/Setjen/PKL.1/6/2017
    Peraturan ini disusun:
    1. Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran;
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Ciliwung termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air.
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Ciliwung
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Izin lingkungan dan Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran
  • 18Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Cisadane Nomor SK.299/Menlhk/Setjen/PKL.1/6/2017
    Peraturan ini disusun:
    1. Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Cisadane termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    Penetapan Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Cisadane
    Penetapan Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Cisadane
    Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Cisadane dan dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Izin lingkungan dan Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran.
  • 19Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Citarum Nomor SK.300/Menlhk/Setjen/PKL.1/6/2017
    Peraturan ini disusun:
    1. Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Citarum termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Citarum
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Citarum
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Citarum dan dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Izin lingkungan dan Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran.
  • 20Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Asahan Nomor SK.529/Menlhk/Setjen/PKL.2/8/2019
    Peraturan ini disusun:
    Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Asahan termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Asahan
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Asahan
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Asahan dan dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan: Izin lingkungan dan Izin pembuangan air limbah, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran.
  • 21Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Sekampung Nomor SK.530/Menlhk/Setjen/PKL.2/8/2019
    Peraturan ini disusun:
    1. Melaksanakan ketentuan Pasal 20 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pemerintah berwenang menetapkan daya tamping beban pencemaran
    2. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 - 2019, Daerah Aliran Sungai Sekampung termasuk Daerah Aliran Sungai Prioritas untuk perlindungan dan pengelolaan kualitas air
     
    Peraturan ini berisi:
    1. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran air Sungai Sekampung
    2. Penetapan Alokasi Beban Pencemaran Air Sungai Sekampung
    3. Pemetaan segmentasi Daerah Aliran Sungai Sekampung dan dalam penetapan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran air
    4. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan  lokasi Beban Pencemaran Air menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Izin lingkungan dan Izin pembuangan air limbah, Izin lokasi bagi usaha dan/atau kegiatan, Baku mutu air limbah, dan Mutu air sasaran.
  • 22Program Pantai Lestari Nomor 45/MENLH/11/1996
    Untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan wilayah pantai, setiap usaha atau kegiatan wajib melakukan usaha  pengendalian;

    Salah satu upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan  lingkungan wilayah pantai tersebut dilakukan dengan Program pantai Lestari

    Keputusan Menteri ini mengatur Program Kegiatan Pantai Lestari yang meliputi:
    1. Pantai Wisata Bersih;
    2. Bandar Indah;
    3. Teman Lestari
  • 23Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang Nomor 04 Tahun 2001
    Terumbu karang merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut

    Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengendaliannya.

    Menetapkan Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang yang meliputi:
    • Kriteria baku kerusakan, status kondisi dan program pengendalian terumbu karang
    • Pengawasan dan Pelaporan
    • Pembiayaan

  • 24Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang Nomor 47 Tahun 2001
    Bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut;
    Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengendaliannya;
    Dalam rangka untuk mengetahui tingkat kerusakan terumbu karang, diperlukan suatu ukuran untuk menilai kondisi terumbu karang;
    Menetapkan Pedoman pengukuran kondisi terumbu karang berdasarkan metode transek garis bentuk pertumbuhan karang, yang terdiri dari: pemilihan tapak, pedoman umum, pencatatan data dan analisa data

  • 25Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun Nomor 200 Tahun 2004
    Padang lamun merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota laut, peredam gelombang air laut, pelindung pantai dari erosi serta penangkap sedimen, oleh karena itu perlu tetap dipelihara kelestariannya;
    Kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia;
    Salah satu upaya untuk melindungi padang lamun dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.
    Menetapkan Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
    Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun  ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup    
  • 26Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove Nomor 201 Tahun 2004
    Mangrove merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut dan harus tetap dipelihara kelestariannya.
    Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan mangrove, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendaliannya.   
    Salah satu upaya pengendalian untuk melindungi mangrove dari kerusakan adalah dengan mengetahui adanya tingkat kerusakan berdasarkan kriteria baku kerusakannya.
    Menetapkan Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
    Kriteria Baku Kerusakan Mangrove ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan dan kerapatan mangrove yang hidup.         

  • 27DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DAN ALOKASI BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI MOYO Nomor SK.29/Menlhk/Setjen/PKL.2/1/2021
    DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI MOYO
    Kabupaten Kecamatan Beban
    Pencemaran
    BOD Eksisting
    (kg/ hari)
    Daya Tampung
    Beban
    Pencemaran
    BOD (kg/hari)
    Alokasi Beban Pencemaran Persentase Beban BOD yang harus diturunkan Persentase Beban BOD masih dapat ditampung
    Penurunan
    Beban BOD
    (kg/ hari)
    Beban BOD masih dapat
    Ditampung k hari
    Sumbawa
    1. Moyo hilir
    2. Lopok
    3. Mo o Utara
    2,40 15,60   13,20   84,62%

    ALOKASI BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI MOYO
    Kabupaten   Kecamatan Beban Pencemaran BOD yang dapat ditampung per
    Sumber Pencemar (Kg/hari)
    Domestik* Industri** Peternakan Pertanian
    Sumbawa   Moyo
    hilir
    1. Lopok
    2. Moyo
    U tara
    6,09   3,67 3,44

  • 28DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DAN ALOKASI BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI ALO DAERAH ALIRAN SUNGAI LIMBOTO Nomor SK.33/Men1hk/Setjen/PKL.1/1/2021
    DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DAN ALOKASI BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI ALO DAERAH ALIRAN SUNGAI LIMBOTO
    Kabupaten / Kota Kecamatan Beban
    Pencemaran
    BOD
    Eksisting (kg/hari)
    Daya Tampung
    Beban
    Pencemaran
    BOD (kg/hari)
    Alokasi Beban Pencemaran Persentase Beban BOD yang harus diturunkan Persentase
    Beban BOD masih dapat ditampung
    Penurunan
    Beban BOD
    (kg/ hari)
    Beban BOD masih dapat
    Ditampung
    (kg/hari)
    Kabupaten Gorontalo
    1. Asparaga
    2. Tolangohula
    3. Mootilango
    4. Boliyohuto
    5. Bilato
    6. Pulubata
    7. Tibawa
    8. Limboto Barat
    9. Limboto
    IO. Telaga Biru
    1. Telaga
    2. Telaga Jaya
    3. Tilango
    4. Batudaa
    1.925,74 1.050,42 875,31      


     

























    DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI ALO DAS LIMBOTO
    Kabupaten/ Kota Kecamatan Beban
    Pencemaran
    BOD
    Eksisting (kg/hari)
    Daya Tampung Beban
    Pencemaran
    BOD (kg/ hari)
    Alokasi Beban Pencemaran Persentase Beban BOD yang harus diturunkan Persentase Beban BOD masih dapat ditampung
    Penurunan
    Beban BOD
    (kg/hari)
    Beban BOD masih dapat
    Ditampung
    (kg/hari)
     
    1. Biluhu
    2. Bongomeme
    3. Tabongo
    4. Dungaliyo
               
    Kota Gorontalo
    1. Kota Barat
    2. Dungingi
    3. Kota Selatan
    4. Kota Timur
    5. Kota Tengah
    6. Kota Utara
    7. Sipatana
    8. Dumbo Raya
    9. Hulondalangi
    2,7 I , 94 0,76   0,36%  
      Total 1.928,44 1.052,36 878,45   100%  

  • 29Rencana Pperlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional (RPPEG Nasional) tahun 2020 - 2049 Nomor SK.246/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2020
    Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT NASIONAL.
    • KESATU : Menetapkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri ini.
    • KEDUA : Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU merupakan dokumen tertulis yang memuat upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Ekosistem Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut yang meliputi perencanaan pemanfaatan, perencanaan pengendalian, perencanaan pemeliharaan, serta upaya pengawasan dan penegakan hukum.
    • KETIGA : Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut provinsi dan kabupaten/kota.
    • KEEMPAT : Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA berlaku untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan, dan dapat ditinjau kembali dan/atau diperbaharui 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
    • KELIMA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
  • 30FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT PADA 21 (DUA PULUH SATU) KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT Nomor SK.446/Men1hk/Setjen/KUM.1/ 11/2020
    Menetapkan : KEPUTUSAN MDNTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT PADA 21 (DUA PULUH SATU) KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT.
    • KESATU : Menetapkan 21 (dua puluh satu) Fungsi Ekosistem Gambut pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang disajikan dalam bentuk peta dengan skala 1:50.000 (satu banding lima puluh ribu).
    • KEDUA : Peta Fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU meliputi:
    1. KHG Sungai Indragiri — Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini;
    2. KHG Sungai Indragiri   Sungai Tuana, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran Il Keputusan Menteri ini;
    3. KHG Sungai Kanan — Sungai Buluh, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran Ill Keputusan Menteri ini;
    4. KHG Sungai Nidir -- Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan Menteri ini;
    5. KHG Sungai Pergam — Sungai Pucuk Besar, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan Menteri ini;
    6. KHG Sungai Senama Kecil — Sungai Rajaelok, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran Vi Reputusan Menteri ini;
    7. KHG Sungai Pulau Labu, Kabupaten Pelalawan di Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalarn Lampiran VII Keputusan Menteri ini;
    8. KHG Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri ini;
    9. KHG Pulau Serapung, Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Keputusan Menteri ini;
    10. KHG Pulau Topang, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Keputusan Menteri ini;
    11. KHG Sungai Boang — Sungai Basira, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Keputusan Menteri ini;
    12. KHG Sungai Indragiri, Kabupaten Indragiri I-lulu Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Keputusan Menteri ini;
    13. KHG Sungai Indragiri Sungai Ekok, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII Keputusan Menteri ini;
    14. Sungai Merusi — Sungai Belanak, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV Keputusan Menteri ini;
    15. Sungai Rotoh — Sungai Bang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV Keputusan Menteri ini;
    16. KHG Sungai Kampar Kiri — Sungai Segati, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI Keputusan Menteri ini.
    17. KHG Sungai Penyangkat — Sungai Selat Maya, Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII Keputusan Menteri ini;
    18. KHG Sungai Mempawah Sungai Peniti, Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII Keputusan Menteri ini;
    19. KHG Sungai Sambas Besar — Sungai Seiyung, Kota Sambas Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX Keputusan Menteri ini;
    20. KHG Sungai Lamandau Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX Keputusan Menteri ini; dan
    21. KHG Sei Lalan — Sungai Bentayan, Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI Keputusan Menteri ini;
    • KETIGA Peta Fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA ditampilkan secara utuh per KHG pada skala penyajian:
    1. 1 : 72.000 pada KHG Sungai Indragiri — Sungai Enok;
    2. 1:50.000 pada KHC Sungai Indragiri — Sungai Tuana;
    3. 1:39.000 pada KHO Sungai Kanan — Sungai Buluh; 
    4. 1:37.OOO pada KHG Sungai Nidir - Sungai Enok; 
    5. 1:27.000 pada KHG Sungai Pergam — Sungai Pucuk Besar;
    6. 1:36.000 pada REIC Sungai Senama Kecil Sungai Rajaelok;
    7. 1:10.000 pada KHG Pulau Labu; 
    8. pada KHG Pulau Merbau;
    9. 1:20.000 pada KHG Pulau Serapung;
    10. 1:22.OOO pada KHC Pulau Topang;
    11. 1:24.000 pada KHG Sungai Boang — Sungai Basira;
    12. 1:12.000 pada KHG Sungai Indragiri;
    13. 1:22.000 pada KHG Sungai Indragiri — Sngai Ekok;
    14. 1 ,000 pada KHG Sungai Merusi — Sungai Belanak; 
    15. 1 :21.000 pada KHG Sungai Rotoh — Sungai Bang; 
    16. 1:46.000 pada KHG Sungai Kampar Kiri — Sungai Segati;
    17. 1:97.000 pada KHG Sungai Penyangkat — Sungai Selat Maya;
    18. 1:77.000 pada KHG Sungai Mempawah Sungai Peniti;
    19. 1:112.000 pada KHG Sungai Sambas Besar — Sungai Seiyung;
    20. 1:96.000 pada KHG Sungai Lamandau — Sungai Arut; dan
    21. 1:46.000 pada KHG Sei Lalan — Sungai Bentayan. 
    • KEEMPAT   Peta Fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA terdiri dari Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya, disajikan per Nomor Lembar Peta (NLP) pada skala 1:50.000 (satu banding lima puluh ribu).
    • KELIMA   Rincian luas dan persentase Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut pada 21 (dua puluh satu) KHG  sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA meliputi:
    1. KHG Sungai Indragiri — Sungai Enok, memiliki fungsi lindung seluas O (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 56.013 (lima puluh enam ribu tiga belas) hektar atau 100,00 (seratus koma nol nol) persen dari luas totalKHG; 
    2. KHG Sungai Indragiri Sungai Tuana, memiliki fungsi lindung seluas 7 (tujuh) hektar atau 0,04 (nol koma nol empat) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya  seluas 16.255 (enam belas ribu dua ratus lima puluh  lima) hektar atau 99,96 (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh enam) persen dari luas total KHG; 
    3. KHG Sungai Kanan Sungai Buluh, memiliki fungsi lindung seluas 106 (seratus enam) hektar atau 0,82 (nol koma delapan puluh dua) persen dari luas total KHG,  dan fungsi budidaya seluas 12.893 (dua belas ribu  delapan ratus sembilan puluh tiga) hektar atau 99,18  (sembilan puluh sembilan koma delapan belas) persen dari luas total KHG;
    4. KHG Sungai Nidir — Sungai Enok, memiliki fungsi lindung seluas O (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 18.957 (delapan belas ribu sembilan ratus lima puluh tujuh) hektar atau 100,00 (seratus koma nol nol) persen dari luas total KHG;
    5. KHG Sungai Pergam — Sungai Pucuk Besar, memiliki fungsi lindung seluas 261 (dua ratus enam puluh satu) hektar atau 2,91 (dua koma sembilan puluh satu) persen dari luas total KHG> dan fungsi budidaya seluas 8.730 (delapan ribu tujuh ratus tiga puluh) hektar atau 97,09 (sembilan puluh tujuh koma sembilan) persen dari luas total KHG;
    6. KHG Sungai Senama Kecil — Sungai Rajaelok, memiliki fungsi lindung seluas 1.415 (seribu empat ratus lima belas) hektar atau 11,38 (sebelas koma tiga puluh delapan) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 11.015 (sebelas ribu lima belas) hektar atau 88,62 (delapan puluh delapan koma enam puluh dua) persen dari luas total KHG;
    7. KHG Pulau Labu memiliki fungsi lindung seluas 376 (tiga ratus tujuh puluh enam) hektar atau 63,79 (enam puluh tiga koma tujuh puluh sembilan) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 214 (dua ratus empat belas) hektar atau 36,21 (tiga puluh enam koma dua puluh satu) persen dari luas total KHG;
    8. KHG Pulau Merbau, memiliki fungsi lindung seluas 5.231 (lima ribu dua ratus tiga puluh satu) hektar atau 24,20 (dua puluh empat koma dua puluh) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 16.386 (enam belas ribu tiga ratus delapan puluh enam) hektar atau 76,08 (tujuh puluh enam koma delapan) persen dari luas total KHG;
    9. KHG Pulau Serapung, memiliki fungsi lindung seluas 143 (seratus empat puluh tiga) hektar atau 4,97 (empat koma sembilan puluh tujuh) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 2.728 (dua ribu tujuh ratus dua puluh delapan) hektar atau 95,03 (sembilan puluh lima koma nol tiga) persen dari luas total KHG;
    10. KHG Pulau Topang, memiliki fungsi lindung seluas 403 (empat ratus tiga) hektar atau 13,84 (tiga belas koma delapan puluh empat) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 2.511 (dua ribu lima ratus sebelas) hektar atau 86,16 (delapan puluh enam koma enam belas) persen dari luas total KHG;
    11. KHG Sungai Boang - Sungai Basira, memiliki fungsi lindung seluas 0 (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 8.040 (delapan ribu empat puluh) hektar atau 100,00 (seratus koma nol nol) persen dari luas total KHG;
    12. KHG Sungai Indragiri, memiliki fungsi lindung seluas 0 (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 1.938 (seribu sembilan ratus tiga puluh delapan) hektar atau 100,00(seratus koma nol nol) persen dari luas total KHG;
    13. KHG Sungai Indragiri Sungai Ekok, memiliki fungsi lindung seluas O (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 4.271 (empat ribu dua ratus tujuh puluh satu) hektar atau 100,00 (seratus koma nol nol) persen dari luas total KHG
    14. KHG Sungai Merusi — Sungai Belanak, memiliki fungsi lindung seluas 20 (dua puluh) hektar atau 0,35 (nol koma tiga puluh lima) persen dari luas total KHG, dan fungsi budida.ya seluas 5.564 (lima ribu lima ratus enam puluh empat) hektar atau 99,65 (sembilan puluh sembilan koma enam puluh lima) persen dari luas total KHG
    15. KHG Sungai Rotoh — Sungai Bang, memiliki fungsi lindung seluas 242 (dua ratus empat puluh dua) hektar atau 4,71 (empat koma tujuh puluh satu) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 4.889 (empat ribu delapan ratus delapan puluh sembilan) hektar atau 95,29 (sembilan puluh lima koma dua puluh sembilan) persen dari luas total KHG;
    16. KHG Sungai Kampar Kiri - Sungai Segati, memiliki fungsi lindung seluas 3.314 (tiga ribu tiga ratus empat belas) hektar atau 16,35 (enam belas tiga puluh lima) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 16.953 (enam belas ribu sembilan ratus lima puluh tiga) hektar atau 83,65 (delapan puluh tiga koma enam puluh lima) persen dari luas total KHG;
    17. KHG Sungai Penyangkat - Sungai Selat Maya, memiliki fungsi lindung seluas 27.073 (dua puluh tujuh ribu tujuh puluh tiga) hektar atau 29, 12 (dua puluh sembilan koma dua belas) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 65.917 (enam puluh lima ribu sembilan ratus tujuh belas) hektar atau 70,88 (tujuh puluh koma delapan puluh delapan) persen dari luas total KHG;
    18. KHG Sungai Mempawah - Sungai Peniti, memiliki fungsi lindung seluas 24.022 (dua puluh empat ribu dua puluh dua) hektar atau 46,85 (empat puluh enam koma delapan puluh lima) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 27.248 (dua puluh tujuh ribu dua ratus empat puluh delapan) hektar atau 53,15 (lima puluh tiga koma lima belas) persen dari luas total KHG;
    19. KHG Sungai Sambas Besar — Sungai Seiyung, memiliki fungsi lindung seluas 11.147 (sebelas ribu seratus empat puluh tujuh) hektar atau 16,32 (enam belas koma tiga puluh dua) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 57.137 (lima puluh tujuh ribu seratus tiga puluh tujuh) hektar atau 83,68 (delapan puluh tiga koma enam puluh delapan) persen dari luas total KHG;
    20. KHG Sungai Lamandau — Sungai Arut, memiliki fungsi lindung seluas 1.577 (seribu lima ratus tujuh puluh tujuh) hektar atau 3,59 (tiga koma lima puluh sembilan) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 42.351 (empat puluh dua ribu tiga ratus lima puluh satu) hektar atau 96,41 (sembilan puluh enam koma empat puluh satu) persen dari luas total KHG; dan
    21. KHG Sei Lalan - Sungai Bentayan, memiliki fungsi lindung seluas O (nol) hektar atau 0,00 (nol koma nol nol) persen dari luas total KHG, dan fungsi budidaya seluas 21.073 (dua puluh satu ribu tujuh puluh tiga) hektar atau 100,00 (seratus koma nol nol) persen dari luas total KHG.
    • KEENAM     Data detail luas dan persentase Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut pada 21 (dua puluh satu) KHG  sebagaimana dimaksud dalam Amar KELIMA sebagaimana  tercantum dalam Lampiran XXII Keputusan Menteri ini.
    • KETUJUH   Peta Fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud Arnar  KESATU digunakan sebagai acuan untuk penyusunan:
    1. dokumen Rencana Perlindungan dan PengelolaanEkosistem Gambut provinsi dan kabupaten/kota, dan
    2. dokumen Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut.
    • KEDELAPAN    Peta Fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksuddalam Amar KELIMA dapat dilakukan perubahan berdasarkan data dan informasi karakteristik ekosistem gambut dengan skala lebih besar atau sama dengan 1:10.000 (satu banding sepuluh ribu), 
    • KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
       
     


  • 31HASIL PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN @)!(-@)@) Nomor SK.460/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2020
    Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG HASIL PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUR TAHUN 2019-2020
    • KESATU : Pemilihan dan penetapan peserta penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terhadap 2038 (dua ribu tiga puluh delapan) perusahaan, dengan hasil:
    1. 2021 (dua ribu dua puluh satu) perusahaan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan peringkat;
    2. 1 (satu) perusahaan tidak dapat ditetapkan peringkatnya karena sedang dalam proses penegakan hukum; dan
    3. 16 (enam belas) perusahaan tidak dapat ditetapkan peringkat karena sudah tidak beroperasi.
    • KEDUA : Terhadap perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU huruf a telah dilakukan pemeringkatan berdasarkan tata cata dan kriteria sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
    • KETIGA : Berdasarkan hasil pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Amar KEDUA ditetapkan:
    1. Peringkat emas kepada perusahaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Menteri ono;
    2. Peringkat Hidau kepada perusahaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisah dari Keputusan Menteri ini;
    3. Peringkat biru kepada perusahaan sebagaimana tercantum dalamlampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini;
    4. Peringkat merah kepada perusahaan sebagaimana bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini; dan
    5. peringkat hitam kepada perusahaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
    KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.