News Photo

INDONESIA GANDENG ASEAN DAN GIZ-SUPA UNTUK PERTUKARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN

  • Jumat, 10 Maret 2023
Pontianak, 10 Maret 2023. Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkolaborasi dengan GIZ-The Sustainable Use of Peatland and Haze Mitigation in ASEAN (SUPA) Component 1 menyelenggarakan lokakarya (workshop) mengenai pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan. Lokakarya bertajuk “Sub-Regional Knowledge Exchange – Promotion of a Knowledge Sharing Mechanism on Peatland Restoration and Rehabilitation in Southern ASEAN Member States, Sub Activity:  Sustainable Peatland Management in Indonesia” ini merupakan seri kedua dari tiga lokakarya dengan tujuan untuk mengidentifikasi platform bagi para ahli untuk bertukar informasi tentang restorasi lahan gambut. Lokakarya pertama telah diselenggarakan di Malaysia pada Februari lalu. Lokakarya yang berlangsung pada 6 – 10 Maret 2023 di Pontianak-Kalimantan Barat ini bertujuan untuk mengeksplorasi praktik baik dari Indonesia tentang pengelolaan area konsesi kayu PT Mayangkara Tanaman Industri, pencegahan kebakaran, dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan gambut.
 
Indonesia telah menerapkan peraturan nasional tentang pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dalam hal restorasi lahan gambut dengan pendekatan 3R (Rewetting, Revegetation and Revitalization) atau yang lebih dikenal dengan teknik pembasahan, penanaman kembali dan revitalisasi. Selain itu, pembelajaran yang didapatkan pada lokakarya ini adalah teknik pemantauan dan evaluasi, serta pengayaan keanekaragaman hayati di ekosistem gambut. Perwakilan negara ASEAN yang hadir difasilitasi untuk dapat melihat bagaimana Indonesia mengidentifikasi, merencanakan tindakan dan mekanisme, yang menghasilkan praktik baik yang dapat diaplikasikan di negara mereka.
 
Pada pembukaan lokakarya hadir Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro; Technical Advisor of SUPA Component 1, Barbara Goncalves; Ketua ASEAN Task Force on Peatlands (ATFP), Mr. Koh Min Ee; serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan yang berlangsung selama 5 hari ini diikuti oleh lebih dari 50 orang peserta dari negara-negara anggota ASEAN. Peserta adalah staf teknis yang dinominasikan oleh ASEAN Task Force on Peatlands (ATFP) yang berasal dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Perwakilan dari Sekretariat ASEAN juga turut hadir dan berpartisipasi dalam lokakarya ini.
 
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan hadir secara daring memberikan sambutan pada Senin 6 Maret 2023 kepada para peserta. Dalam sambutan yang disampaikan, Sigit Reliantoro mengungkapkan, “Saya berharap lokakarya ini akan memperkuat upaya kolaboratif Indonesia untuk mendorong kerja sama dalam berbagi pengetahuan, tindakan, dan praktik baik tentang kriteria dan indikator yang andal dan praktis untuk memantau, serta menilai keberhasilan restorasi lahan gambut”. Lebih lanjut, Sigit mengharapkan lokakarya ini dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan melindungi lahan gambut tropis di Indonesia, memberikan dampak global dalam pengendalian perubahan iklim, serta memperkuat kerja sama dan koordinasi antar pemangku kepentingan di bawah kerangka ASEAN.
 
Perwakilan GIZ SUPA yang dihadiri oleh Technical Advisor of SUPA Component 1, Barbara Goncalves, menyampaikan apresiasi pada penyelenggaran ini. “Kami sangat senang mengadakan lokakarya teknis seri kedua di Indonesia. Fokus kali ini adalah untuk belajar dari pengalaman Indonesia, sebagai pemilik wilayah dengan luasan lahan gambut tropis terbesar di antara negara anggota ASEAN. Kami menantikan kegiatan berbagi pengalaman dan praktik baik ini ke depan sebagai lanjutan dari keberhasilan lokakarya pertama dan kedua dengan para peserta yang berasal dari negara anggota ASEAN”, jelas Barbara.
 
Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari SUPA Component 1 untuk mendukung Negara Anggota ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan berbagi praktik pengalaman terbaik. Anggota negara ASEAN dapat belajar dan bekerja secara kolektif untuk sekarang dan masa depan untuk pengelolaan gambut berkelanjutan. SUPA Component 1 diberikan amanat oleh Programme Steering Committee untuk memperkuat kapasitas negara anggota ASEAN melalui lebih banyak lokakarya teknis dan kegiatan yang berfokus pada pertukaran pengetahuan di tingkat regional dan sub regional.
 
Mr. Koh Min Ee sebagai perwakilan dari ATFP menyatakan bahwa, “Upaya pengelolaan lahan gambut ASEAN telah memperbaharui signifikansi ekologi, lingkungan dan ekonomi di tengah upaya global untuk memerangi perubahan iklim, serta upaya untuk memastikan udara yang sehat dan bersih bagi warga negara kita". Dalam kaitan ini, ia menghimbau para peserta untuk terlibat aktif dalam lokakarya, dan membangun ikatan profesional dengan peserta lain. Mr. Koh menyatakan keyakinannya bahwa pengalaman Indonesia dalam pengelolaan lahan gambut berkelanjutan akan memberikan pelajaran berharga bagi para peserta ASEAN, dan berterima kasih kepada Indonesia atas kemurahan hatinya dalam menyelenggarakan lokakarya dan berbagi pengetahuannya.
 
Di Asia Tenggara, lahan gambut mencakup 23 juta hektar, mewakili sekitar 40% lahan gambut tropis dunia yang diketahui dan sekitar 6% dari seluruh sumber daya lahan gambut global. Ekosistem lahan gambut memiliki karakteristik yang sangat unik, serta memiliki banyak fungsi ekologis yang berbeda. Lahan gambut ASEAN diperkirakan menyimpan sekitar 68 miliar ton karbon atau 14% dari karbon yang tersimpan di lahan gambut global.
 
Sebagai salah satu negara yang memiliki ekosistem terbesar di dunia, Indonesia menjadi contoh untuk penerapan praktik baik atas pengalaman. Indonesia telah mencapai areal restorasi akumulatif sekitar 3,6 juta ha di areal konsesi dan sekitar 46,2 juta ha di areal masyarakat, melalui pelibatan semua pemangku kepentingan terkait termasuk pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, pemegang konsesi dan masyarakat.
 
Indonesia telah mencanangkan Status Kerusakan Ekosistem Gambut Nasional pada tahun 2018 dan menetapkan Rencana Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Jangka Panjang Nasional tahun 2020-2049. Termasuk membuat pedoman di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten. Pedoman dan rencana tersebut mencakup 6 (enam) elemen yaitu perencanaan, pengelolaan berkelanjutan, pengendalian kerusakan, rehabilitasi, pengawasan, hingga penegakan hukum.
 
Selain itu, Indonesia telah mendirikan Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional atau The International Tropical Peatland Center (ITPC) yang dibangun berdasarkan prinsip kolaborasi dan integrasi lintas sektor dengan membangun platform ilmu pengetahuan, kebijakan, praktik, dan teori terbaik di bidang pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan. ITPC berfokus pada upaya untuk berkomunikasi dan mengelola lahan gambut secara berkelanjutan di seluruh Asia Tenggara, Kongo, dan Peru.
 
Tak hanya belajar secara teori dan berdiskusi, pada lokakarya ini peserta juga diajak mengunjungi lokasi pengelolaan gambut berkelanjutan yang sudah dilakukan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Peserta mengunjungi lokasi konsesi perusahaan di lahan gambut, pusat pengendalian kebakaran hutan Manggala Agni di Kabupaten Kubu Raya, dan pemberdayaan masyarakat sekitar ekosistem gambut di Desa Parit Banjar & Pasir, Kabupaten Mempawah. Para peserta nampak antusias dan diharapkan dapat mereplikasi dan mengambil pengalaman baik untuk diterapkan di masing-masing negara.
 
Berbicara mengenai pemberdayaan masyarakat di wilayah ekosistem gambut, Indonesia memberikan contoh yaitu Program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG). Pada tahun 2021, Indonesia telah menetapkan 119 DMPG dan memberdayakan tambahan 28 DMPG khusus untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi. DMPG menyediakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan restorasi dan perlindungan ekosistem lahan gambut ke dalam pembangunan desa.
 
SUPA Komponen 1 adalah program yang dibiayai bersama oleh Uni Eropa dan Republik Federal Jerman untuk mendukung upaya ASEAN dalam memerangi kabut asap lintas batas dan kebakaran lahan gambut.
 
OooooO