News Photo

KOMITMEN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA DAN MELINDUNGI EKOSISTEM GAMBUT

  • Senin, 20 Maret 2017
Jakarta, 20 Maret 2017. Kejadian kebakaran hutan dan lahan terutama pada lahan gambut di Indonesia berdampak pada kesehatan, kerugian ekonomi, sosial, lingkungan, bahkan hubungan dengan negara tetangga. Kondisi tersebut menjadi perhatian Pemerintah secara khusus. Berbagai respon negatif maupun positif dari berbagai pihak mendorong komitmen Pemerintah untuk serius melakukan restorasi gambut dan penataan ulang pemanfaatan ekosistem gambut.
 
Komitmen untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut telah dilakukan oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 yang merupakan penyempurnaan PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga keberlanjutan fungsi ekosistem gambut untuk kehidupan dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
 
Sebagai implementasi Peraturan Pemerintah tersebut telah ditetapkan 3 (tiga) Peraturan Menteri LHK yang saling terkait, yaitu:
1.  PermenLHK No.14/MenLHK/Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut;
2.  PermenLHK No.15/MenLHK/Setjen/Kum.1/2/2017 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah Di Titik Penaatan Eksosistem Gambut; dan
3.  PermenLHK No.16/MenLHK/Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut.
 
Selain itu, untuk melaksanakan penataan ulang pemanfaatan ekosistem gambut telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri LHK yaitu:
1.  SK No.129/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional, dan
2.  SK No.130/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional.
 
Dengan terbitnya Peraturan Menteri LHK tersebut, berimplikasi perlunya dibangun sinergi kebijakan-kebijakan lain dari Kementerian/Lembaga Pusat maupun Pemerintah Daerah. Demikian juga perlu dilakukan peninjauan kembali atas pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan aktifitas izin usaha pemanfaatan hasil hutan tanaman alam/hutan tanaman industri (IUPHHK-HA/HT) dan pemanfaatan lainnya.
 
Sebagai tindak lanjut pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di areal Hutan Tanaman Industri (HTI), KLHK melakukan perubahan atas Peraturan Menteri LHK Nomor P.12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri melalui Peraturan Menteri LHK Nomor. P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017. Terdapat beberapa perubahan mendasar dalam peraturan ini, yaitu kriteria penetapan kawasan lindung gambut, pengaturan perubahan areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan menjadi fungsi lindung, pengaturan areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan menjadi fungsi budidaya, dan kebijakan areal lahan usaha pengganti (land swap) seluas 40% (empat puluh perseratus).
 
Dalam kesempatan ini, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), M.R. Karliansyah menyampaikan dalam paparannya bahwa luas ekosistem gambut yang berada di kawasan HTI diketahui seluas 2.641.483 Ha dengan 1.427.786 juta Ha merupakan fungsi lindung. Karliansyah menuturkan bahwa, “Dengan terbitnya peraturan kebijakan ini, setiap perusahaan wajib melaksanakan inventarisasi eksosistem gambut, revisi Rencana Kerja Umum (RKU), mengajukan permohonan penyesuaian perijinan, serta wajib mentaati semua persyaratan lainnya sesuai peraturan tersebut”. 
 
Karliansyah juga menyampaikan bahwa pengukuran muka air tanah dilakukan pada titik penaatan ekosistem gambut yang disepakati. Titik penaatan minimal sekurang-kurangnya 15% dari jumlah petak atau blok produksi dan penetapan ini harus ditetapkan oleh Direktur Jenderal teknis atas dasar kesesuaian. “Terkait pemulihan ekosistem gambut, wajib dilakukan di fungsi lindung dan budidaya. Kubah gambut yang belum diusahakan, wajib dipertahankan sebagai ekosistem gambut dengan fungsi lindung. Adapun bagi kubah gambut yang sudah dilakukan kegiatan budidaya, dilarang ditanami kembali dan wajib dilakukan pemulihan”, Karliansyah menjelaskan. 
 
Dalam sosialisasi juga disampaikan Keputusan Menteri LHK Nomor. SK. 129/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional (yang menetapkan jumlah total KHG seluruh Indonesia adalah 865 dengan luasan 24.667.804 Ha.), dan Keputusan Menteri LHK Nomor. SK. 130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (yang menetapkan kawasan gambut fungsi lindung seluas 12.398.482 Ha dan kawasan gambut fungsi budidaya seluas 12.269.321 Ha). Data-data tersebut merupakan hasil olahan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.
 
Sosialisasi ini juga mengundang Kepala Badan Restorasi Gambut, Deputi Bidang Infrastruktur dan Informasi Geospasial BIG, instansi Pemerintah Daerah yang memiliki kawasan gambut, perusahaan/pelaku usaha, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Diperlukan komitmen seluruh komponen bangsa untuk memperkuat keberhasilan dalam penataan ulang pemanfaatan ekosistem gambut sebagai pelaksana kebijakan maupun bagi dunia usaha yang berdampak terhadap areal pemanfaatan hutan dan kepastian usahanya.