News Photo

Rapat Kerja Teknis Pengendalian Pencemaran Air “Sinergitas Kementerian, Pemerintah Daerah, dan Laboratorium Lingkungan Untuk Tingkatkan Kualitas Data Hasil Pemantauan”

  • Kamis, 25 Oktober 2018
Yogyakarta, 24 Oktober 2018. Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PPKL) menyelenggarakan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Pengendalian Pencemaran Air yang bertema “Peningkatan Kualitas Data Hasil Pemantauan”. Kegiatan dilaksanakan pada 24 – 26 Oktober 2018 di Hotel Harper, D.I. Yogyakarta ini dihadiri sebanyak 140 orang yang berasal dari instansi pemerintah provinsi, instansi pemerintah kabupaten/kota, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) dan laboratorium seluruh Indonesia yang menangani bidang lingkungan. Acara ini dibuka oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL), M.R. Karliansyah. Turut hadir Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan, Ir. Noer Adi Wardojo, M.Sc yang memberikan arahan mengenai komitmen laboratorium lingkungan teregistrasi dalam mendukung kebijakan Direktorat Pengendalian Pencemaran Air. Hadir pula Kepala Bidang pengelolaan Laboratorium Lingkungan (P3KLL), Lutfhi Sulandjana yang memberi penjelasan mengenai peran P3KLL dalam pembinaan laboratorium lingkungan untuk mendukung pengendalian pencemaran air, serta Kepala Pusat Akreditasi Laboratorium dan Lembaga Inspeksi, Donny Purnomo yang memberikan arahan tentang peran akreditasi dalam mendukung kebijakan peraturan undang-undangan lingkungan hidup.
 
Rakernis ini dilaksanakan untuk membahas issu penting terkait evaluasi hasil pemantauan kualitas air, membahas strategi peningkatan kualitas data, serta tindak lanjut pemantauan kualitas air dan pengedalian pencemaran air ke depan. Rakernis ini diharapkan akan memperoleh solusi yang efektif terhadap permasalahan yang ada yaitu perbaikan pemantauan dan kualitas air ditargetkan dapat dicapai.
 
Dalam sambutan pembukaan Dirjen PPKL menyampaikan, pemantauan kualitas air dilakukan untuk memenuhi  kebutuhan penyampaian informasi lingkungan sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta penetapan status mutu air yang merupakan amanat PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Disamping itu, pemantauan kualitas air juga digunakan sebagai dasar dalam menyusun kebijakan dan program lainnya seperti: 
  1. Penetapan Status Mutu Air  Sungai dan Baku Mutu Air;
  2. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Alokasi Beban Pencemaran Air;
  3. Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Air; dan
  4. Penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
 
Berdasarkan evaluasi hasil pemantauan kualitas air khususnya yang menggunakan dana dekonsentrasi sejak tahun 2009, terdapat beberapa catatan penting yang dapat disampaikan yaitu:
  1. Kompetensi pelaksana sampling di lapangan serta laboratorium yang belum sepenuhnya menjalankan praktek berlaboratorium yang baik dan benar sesuai standar,  sehingga masih ditemukan data kualitas air yang diragukan.
  2. Pemilihan sungai dan titik pantau kualitas air belum dapat mencerminkan kondisi kualitas dan kuantitas air serta belum terhubung dengan potensi sumber pencemarnya.
  3. Waktu dan frekwensi pemantauan belum mempertimbangkan kondisi iklim lokal.
  4. Pengolahan data yang terdiri pengumpulan, analisis dan interpretasi data serta distrubusi data yang masih belum menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan pemantauan.  
 
Agar data hasil pemantauan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun ilmiah, serta dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan program pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, maka perlu dilakukan beberapa perbaikan terkait metodologi maupun peningkatan kapasitas kelembagaan termasuk sumber daya manusianya. Untuk itu, Ditjen PPKL meminta P3E, DLH Provinsi serta laboratorium teregistrasi yang biasa digunakan untuk pemantauan kualitas air maupun pemantauan air limbah baik pemerintah maupun swasta untuk bersama-sama mendukung program pengendalian pencemaran air ini.
 
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 telah menetapkan bahwa kinerja lingkungan hidup diukur dengan menggunakan indikator kualitas lingkungan hidup (IKLH) dengan target sampai dengan akhir Tahun 2019 sebesar 66,5 s.d. 68.5. Untuk mencapai target yang ditetapkan oleh RPJMN 2015-2019 tersebut, maka target pencapaian Indeks Kualitas Air (IKA) yang harus dicapai pada tahun 2019 sekurang-kurangnya sebesar 55 dengan baseline data IKA tahun 2014. Perbaikan kualitas air sungai yang direpresentasikan dengan meningkatnya angka IKA dipengaruhi berbagai variabel antara lain yaitu penurunan beban pencemaran, ketersedian air dan penggunaan air, serta tingkat erosi dan sedimentasi.
 
Apabila hanya mengandalkan penurunan beban pencemar, maka target perbaikan kualitas air  akan sulit tercapai. Oleh karena itu, peningkatkan nilai IKA dapat dicapai dengan cara meningkatkan efektifitas perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program dan kegiatan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran air bersinergis dengan program dan kegiatan pengolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota bersama-sama dengan masyarakat, dunia usaha dan para akademisi.
 
Namun demikian, nilai IKA tersebut juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti:
  1. Lokasi titik sampling;
  2. Pemilihan badan air yang dipantau;
  3. Waktu pelaksanaan pemantauan;
  4. Tata cara pemantauannya; dan
  5. Laboratorium yang menganalisinya.
 
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ditemukan fakta banyak laboratorium lingkungan yang lemah komitmennya terhadap Good Environmental sampling Practice (GESP) dan Good Laboratory Practice (GLP) atau praktek pengambilan sampel dan berlaboratorium yang baik dan benar. Sehingga kesahihan data dan kualitas data hasil pemantauan menjadi pertanyaan besar serta akan menimbulkan kesalahan dalam pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran air. Terkait dengan pemantauan badan air, maka tercemar dan tidak tercemar menjadi pertanyaan, sementara itu berkenaan dengan pengawasan, taat dan melanggar baku mutu menjadi suatu yang diragukan pula.
 
Laboratorium yang teregistrasi sebagai laboratorium lingkungan seharusnya sudah melaksanakan fungsinya sebagaimana diamanahkan oleh Permen 06 Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan. Jika ada laboratorium yang melanggar aturan atau tidak konsisten dalam pelaksanaannya terhadap peraturan tersebut  maka akan diberikan sanksi oleh KLHK.
 
Pasal 12 Permen LH 06  Tahun 2009 menyatakan bahwa, “dalam hal laboratorium lingkungan melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau tidak dapat menjaga pemenuhan persyaratan ISO/IEC 17025 serta Permen LH 06/2009, maka pihak yang berkepentingan menyampaikan kepada KLHK, kemudian KLHK berwenang untuk membekukan atau mencabut registrasi laboratorium lingkungan serta menginformasikan kepada publik”.
 
Pembekuan dan pencabutan registrasi laboratorium lingkungan tergantung dari klasifikasi tingkat keseriusan pelanggaran terhadap mutu data hasil pengujian parameter kualitas lingkungan atau pemenuhan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
  1. Untuk pelanggaran berat, registrasi akan dibekukan sejak pelanggaran ditemukan sampai kurun waktu 6 bulan. Jika tidak ada tindakan perbaikan dalam kurun waktu tersebut, maka registrasi dicabut.
Contoh pelanggaran berat yaitu:
  • metode pengambilan sampel dan/atau pengujian kualitas lingkungan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
  • Laboratorium tidak menerapkan pengelolaan limbah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  1. Untuk pelanggaran ringan, registrasi akan dibekukan sejak pelanggaran ditemukan sampai kurun waktu 9 bulan. Jika tidak ada tindakan perbaikan dalam waktu kurun waktu tersebut, maka registrasi dicabut.
Tentunya sanksi seperti pembekuan dan pencabutan registrasi tersebut dapat dihindari jika  Laboratorium menjalankan praktek berlaboratorium yang baik dan benar sesuai standar, selalu diawasi oleh KAN dan Pustanlinghut serta mendapatkan pembinaan secara periodik oleh P3KLL.
 
Berkaitan dengan permasalahan yang telah kami sampaikan tadi, kami berharap Rapat Kerja Teknis Peningkatan Kualitas Data Pemantauan Kualitas Air ini dapat dijadikan salah satu instrumen untuk peningkatan kapasitas serta penguatan dan peningkatan koordinasi, kooperasi dan kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta laboratorium lingkungan dalam mendukung pengendalian pencemaran air, sehingga penting untuk kita lakukan.