News Photo

THE 4TH INTERGOVERNMENTAL REVIEW (IGR-4) ON GLOBAL PROGRAMME OF ACTION FOR THE PROTECTION OF THE MARINE ENVIRONMENT FROM LANDBASED ACTIVITIES

  • Rabu, 31 Oktober 2018
Nusa Dua, 31 Oktober 2018. Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional antar pemerintah mengenai perlindungan lingkungan laut, The Fourth Intergovermental Review Meeting on the Implementation of the Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Landbased Activities (IGR-4) yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada 31 Oktober - 1 November 2018. Pada konferensi lima tahunan Badan Lingkungan Hidup PBB (UNEP) ini, hadir sejumlah Menteri Lingkungan Hidup beserta perwakilan negara-negara anggota UN Environment, NGO, para ahli, dan sejumlah anggota organisasi yang diakreditasi UN Environment Assembly. Pada acara pembukaan turut hadir Executive Director of UNEP dan Gubernur Bali.
 
Pertemuan internasional IGR ke-4 merupakan momentum yang sangat penting bagi peningkatan dan keberlanjutan kerjasama antar pemerintah untuk melakukan aksi untuk melindungi lingkungan laut dari berbagai kegiatan yang berbasis di daratan. Pertemuan internasional IGR-4 akan memperkuat komitmen negara-negara anggota United Nations Environment Programme (UNEP) yang telah mengadopsi Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Landbased Activities (GPA), di Washington DC tahun 1995.
 
Setelah 23 tahun pelaksanaan GPA di tingkat global, regional dan nasional, maka pada pertemuan antar pemerintah yang ke-empat (IGR-4) di Indonesia, negara-negara akan menyepakati hasil review pelaksanaan program aksi di tingkat global, regional dan nasional selama periode tahun 2012-2017, Future of the Global Programme of Action pada periode tahun 2018–2022, dan program aksi yang akan dilaksanakan pada periode tahun 2018–2022.  Kesepakatan IGR-4 selanjutnya dituangkan dalam “Bali Declaration on The Protection Of The Marine Environment From Land-Based Activities”.
 
Kesepakatan-kesepakatan hasil pertemuan IGR-4 sangat strategis, mengingat semakin meningkatnya kompleksitas tekanan terhadap lingkungan laut yang bersumber dari kegiatan di daratan. Kegiatan-kegiatan yang berbasis daratan telah menimbukan pencemaran dan kerusakan lingkungan laut, seperti meningkatnya nutrient, air limbah (waste water), dan sampah laut (marine litter).  Selai itu, terdapat sumber-sumber pencemar lainnya yang telah meningkatkan resiko bagi lingkungan laut dan kesehatan manusia.
 
Menteri Siti Nurbaya menegaskan Indonesia sangat berkomitmen dalam implementasi perjanjian global. Terlebih lagi ekosistem laut dan pesisir mengalami ancaman serius dari aktivitas berbasis laut dan darat, dan hingga 80 persen pencemaran laut berasal dari aktivitas manusia yang berbasis daratan. 
 
''Untuk isu-isu pesisir dan laut, Indonesia telah mengembangkan dan menerapkan sejumlah kebijakan, strategi, dan program kerja nasional. Selain kebijakan nasional tentang agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan,'' ungkap Menteri Siti Nurbaya.
 
Indonesia juga telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi limbah plastik melalui berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. Indonesia juga telah mendesak komitmen dari 156 perusahaan untuk mengurangi sampah plastik dan melakukan pembersihan pantai di 19 lokasi, serta rehabilitasi terumbu karang di 23 lokasi. 
 
Pertemuan internasional IGR-4 menunjukkan leadership Indonesia di bidang perlindungan lingkungan laut. Pertemuan internasional IGR-4 memberikan berbagai manfaat bagi Indonesia sebagai tuan rumah acara internasional tersebut.  Pertama, untuk memperkuat kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan laut dari pencemaran dan kerusakan yang bersumber dari kegiatan yang berbasis di daratan.  Hasil-hasil IGR-4 akan memperkuat kebijakan dan strategi Indonesia sebagai negara kepulauan di bidang perlindungan lingkungan laut dalam hal peningkatan kapasitas, SDM dan pendanaan dalam rangka pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Sustainable Development Goals (SDGs).
 
Kedua, dengan menjadi tuan rumah untuk IGR-4, menunjukkan inisiatif dan pengalaman Indonesia dalam melaksanakan aksi perlindungan laut di tingkat nasional dan lokal. Ketiga, pertemuan internasional ini akan menjadi learning process/exchange experience untuk meningkatkan kerjasama, memperkuat kebijakan daerah, perencanaan pembangunan nasional terkait pesisir dan laut, sinergi dan penguatan existing initiative.  Selain itu, pertemuan IGR-4 sekaligus merupakan ajang promosi Indonesia sebagai destinasi wisata.
 
''Saya percaya bahwa forum IGR di Bali akan menghasilkan komitmen yang berguna untuk memecahkan masalah pencemaran laut yang berasal dari kegiatan berbasis lahan. Kegiatan ini harus dilakukan oleh semua negara anggota dan diimplementasikan dalam kerangka kerja sama antar negara dengan meningkatkan kapasitas di bidang sumber daya manusia, pengetahuan, dan transfer teknologi,'' kata Menteri Siti.
 
Penyelenggaraan IGR-4 dihadiri oleh 300 peserta menghadiri IGR-4 terdiri dari perwakilan Negara-negara anggota UN Environment (Member States), dan peserta lainnya dari Badan-badan terkait Perserikatan Bangsa-Bangsa, Non-governmental, Intergovernmental Organizations lainnya, dunia usaha (private sector), para ahli, dan sejumlah anggota-anggota organisasi yang diakreditasi UN Environment Assembly dalam kapasitas sebagai observer.