Kualitas Udara di Masa Pandemi Covid-19

  • Jumat, 24 Juli 2020
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Untuk mengetahui kondisi pencemaran udara yang terjadi di suatu wilayah perlu dilakukan upaya pemantauan kualitas udara ambien.  KLHK melalui Ditjen PPKL-Dir. PPU, sampai saat ini telah membangun peralatan pemantuan kualitas udara ambien secara otomatis atau biasa disebut AQMS (Air Quality Monitoring System) di 26 kota di Indonesia. AMQS dapat menghasilkan data kualitas udara berupa konsentrasi udara ambien dan parameter meteorologi (arah angin, kecepatan angin, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, curah hujan) secara otomatis, real time, dan kontinyu. Selanjutnya data kualitas udara tersebut diinformasikan kepada masyarakat dalam bentuk ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) melalui papan tayang dan website iku.menlkh.go.id.
 
Selama masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan banyak daerah di Indonesia melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta memaksa para pegawai bekerja dari rumah atau work from home (WFH), sedikit banyak memengaruhi kualitas udara di beberapa kota di Indonesia khususnya kota-kota besar. Hal ini dipengaruhi oleh berkurangnya aktivitas kendaraan bermotor di jalan raya, yang merupakan sumber pencemar/emisi udara paling besar. Namun, pada saat ini kebijakan PSBB telah mengalami perubahan menjadi tatanan baru atau new normal, yakni menjalani aktivitas sehari-hari sesuai dengan protokol kesehatan.
 
Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak dari penerapan PSBB dan new normal terhadap kualitas udara ambien, tidak bisa membandingkan data kualitas udara di suatu wilayah pada bulan sebelum PSSB dengan bulan pada saat penerapan PSBB. Namun, perbandingan kualitas udara harus dilakukan pada bulan yang sama di tahun yang berbeda, yakni pada tahun 2019 dan 2020 (year on year).
 
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di beberapa wilayah Indonesia yang menerapkan PSBB dan telah menerapkan new normal, untuk wilayah Makassar, DKI Jakarta, Padang, Pekanbaru, dan Banjarmasin terjadi penurunan rata-rata konsentrasi PM2.5 pada tahun 2020 dari 1 Januari hingga 30 Juni apabila dibandingkan dengan tahun 2019 pada waktu yang sama. Perbandingan rata-rata konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Tingkat penurunan konsentrasi PM2.5 bervariasi antara kota yang satu dengan lainnya, untuk Kota Makassar terjadi penurunan sebesar 10,22%, Jakarta 14,67%, Padang 18,87%, Pekanbaru 17,36%, dan Banjarmasin 29,39%. Dibandingkan dengan kota lainnya, Banjarmasin mengalami penurunan yang paling besar. Berdasarkan indikator kualitas udara, Kota Makassar, Padang, dan Banjarmasin memiliki kategori kualitas udara baik (0-15,4 ʯg/m3) sedangkan Jakarta dan Pekanbaru memiliki kategori kualitas udara sedang (15,5 - 55,4 ʯg/m3). Untuk wilayah Bandung, Surabaya, Depok, dan Bekasi yang juga menerapkan PSBB hasil pemantauan kualitas udara hanya disajikan pada tahun 2020, dikarenakan pada tahun 2019 data belum tersedia. Wilayah tersebut memiliki kategori kualitas udara sedang. Rata-rata konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Dapat dilihat pada grafik data konsentrasi PM2.5 untuk wilayah DKI Jakarta dan Bekasi menunjukkan trend data yang bersifat fluktuatif. Diketahui bahwa kualitas udara ambien  dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: kondisi cuaca (arah angin, kecepatan angin), suhu, curah hujan, bentang alam di lokasi penempatan peralatan, kondisi peralatan dan aktivitas kegiatan/usaha yang menghasilkan cemaran/emisi setempat. Dikarenakan adanya faktor tersebut, meskipun sumber pencemar udara telah berkurang, namun disaat tertentu kualitas udara dapat menurun. Secara umum, masa PSBB telah menyebabkan berkurangnya aktivitas sehingga semakin berkurang juga polusi udara yang dikeluarkan.