News Photo

SINERGITAS DEMI REHABILITASI EKOSISTEM GAMBUT UNTUK MENDUKUNG FOOD ESTATE DAN PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL

  • Rabu, 2 Desember 2020
Palangka Raya, 2 Desember 2020. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, M.R. Karliansyah, membuka diskusi antar berbagai lembaga di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), terkait rehabilitasi ekosistem gambut di lahan Eks PLG untuk mendukung program Ketahanan Pangan Terpadu (Food Estate) dan Peningkatan Ekonomi Nasional (PEN). Diskusi ini dihadiri oleh Fahrizal Fitri (Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng), lalu perwakilan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan, para pimpinan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng dan DLH Kabupaten, pimpinan Bappeda Provinsi dan Kabupaten, serta akademisi dari Universitas Palangka Raya. Sesi diskusi ini bertujuan untuk menyampaikan program dan kegiatan, membahas potensi dan kendala, sekaligus meminta dukungan dan kerja sama dalam pelaksanaan program dan kegiatan rehabilitasi ekosistem gambut di Provinsi Kalteng.
 
Dalam pembukaannya, Karliansyah menyampaikan 3 kegiatan utama Ditjen PPKL dalam merehabilitasi ekosistem gambut di Kalteng, yaitu membangun sekat kanal di lahan eks PLG, mengembangkan Desa Mandiri Peduli Gambut, dan menginventarisasi karakteristik ekosistem gambut. Salah satu permasalahan utama dalam menjaga lahan gambut adalah pengelolaan air yang buruk. untuk itu, Ditjen PPKL menargetkan pembangunan sekat kanal di lahan eks PLG sebanyak 690 unit dan akan dilakukan dalam dua tahap. Karliansyah juga mengutarakan bahwa kendala yang dihadapi adalah penolakan dari beberapa masyarakat untuk membangun sekat kanal di wilayahnya. Alasannya, titik pembangunan sekat kanal berada di akses utama sehingga dapat mengganggu aktivitas masyarakat.

Untuk program Desa Mandiri Peduli Gambut, terdapat 3 komponen utama yaitu pembasahan lahan gambut, revegetasi untuk memulihkan tutupan lahan di ekosistem gambut, dan peningkatan ekonomi masyarakat. Program tersebut sudah berjalan pada tahap awal di 8 desa, yaitu Desa Babai, Tabatan, dan Tampulang di Kabupaten Barito Selatan, Desa Tumbang Muroi dan Lahei Mangkutup di Kabupaten Kapuas, Desa Penda Barania dan Tanjung Sangalang di Kabupaten Pulang Pisau, dan Desa Penamas di Kota Kuala Kapuas. Dengan dibantu oleh tim dari Universitas Palangka Raya dalam memetakan kebutuhan tiap desa, Rencana Kerja Masyarakat yang telah disusun meliputi sektor pertanian, perikanan, dan penanaman kembali. "Harapan kami, ketahanan pangan meningkat, kebakaran hutan dan lahan berkurang, dan masyarakat dapat sejahtera," tutur Karliansyah. Tahap berikutnya, program ini juga akan dilaksanakan di 10 Desa lainnya.
 
Fahrizal menyampaikan bahwa pihak Provinsi Kalteng mendukung penuh upaya perbaikan kualitas lingkungan, mengingat Kalteng berada di peringkat teratas dalam kasus karhutla di area gambut. Terlebih, Kalteng telah ditunjuk sebagai kawasan strategis nasional, sehingga program rehabilitasi gambut akan menjadi prioritas Provinsi Kalteng. Namun hal tersebut juga menjadi bumerang bagi masyarakat Kalteng. Menurut pihak Kejaksaan Negeri, banyaknya bantuan dari pusat terkait Food Estate dan PEN ini cukup membebani masyarakat yang notabene belum siap secara sosial dan kultur. Mereka masih sangat membutuhkan pembinaan lebih jauh, dan perlunya harmonisasi antar instansi pusat, daerah, serta kelompok masyarakat, yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan dari pihak Bappeda berharap bahwa program ini dapat juga mendukung program lain seperti zonasi kawasan pertanian berkelanjutan oleh Kementerian Pertanian, dan berharap adanya sinkronisasi secara infrastruktur dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
 
Sejalan dengan salah satu visi Provinsi Kalteng yang disampaikan oleh Fahrizal, yaitu menghapus stigma negatif mengenai pembukaan dan pembersihan lahan di Kalteng, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, SPM Budisusanti, menyampaikan tujuan program ini adalah untuk membuat masyarakat memiliki kegiatan yang berkelanjutan dan dapat mandiri secara ekonomi, sehingga mereka tidak lagi perlu mencari uang atau pun menjadi pekerja yang mengharuskan mereka untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan. Dengan menekan tingkat karhutla, program ini juga diharapkan dapat mengurangi potensi gas rumah kaca. Budisusanti juga menyatakan bahwa KLHK akan mengusahakan insentif ekonomi bagi para pihak yang dianggap sudah mengelola lahan gambut dengan baik.
 
Upaya rehabilitasi lahan gambut ini memang membutuhkan banyak waktu, uang, dan tenaga. Menyatukan suara dan aspirasi banyak pihak yang terlibat juga tidak mudah. Namun, dengan tujuan bersama yaitu terbebas dari kebakaran hutan dan lahan, mengurangi emisi gas rumah kaca, ketahanan pangan yang kuat, dan tentunya kesejahteraan masyarakat, kita harap program ini dapat menjadi kendaraan yang mengantar kita menuju Indonesia yang lebih baik.