News Photo

Membangun Komitmen Pemulihan Kerusakan Lingkungan di Kalimantan Selatan

  • Selasa, 26 Januari 2021
Jakarta, 26 Januari 2021. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong memimpin Rapat Koordinasi dengan Gubernur Kalimantan Selatan beserta jajarannya dalam Upaya Pemulihan Lingkungan Pasca Banjir Kalimantan Selatan secara daring. Hadir mendampingi Wamen, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, M.R. Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Ruandha Agung Sugardiman, Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Agus Justianto, dan Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan, Sigit Hardiwinarto.
 
Rapat membahas mengenai membangun komitmen pemulihan kerusakan lingkungan di Kalimantan Selatan. KLHK beserta Pemerintah Provinsi dan stakeholder terkait merancang langkah-langkah progresif, evaluasi dan mitigasi ke depan agar bencana tidak terulang kembali.
 
Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor mengungkapkan bahwa bencana banjir di Kalimantan Selatan pada awal Januari lalu disebabkan sebagian besar karena faktor curah hujan yang ekstrem diatas 100 mm. Terdapat 113 lokasi yang terdampak dengan kurang lebih 548.000 jiwa mengungsi. Sahbirin telah membuat beberapa rencana langkah penanganan yaitu mengevaluasi perizinan tambang, rehabilitasi DAS dengan revolusi hijau, menormalisasi Sungai Martapura; dan pembangunan prasarana pencegah banjir (waduk/embung).
 
Kondisi topografi lokasi yang dilanda banjir adalah daerah aliran sungai. Hal ini berakibat tidak tertampungnya air yang teralirkan di sungai. Seperti kita ketahui Kalimantan Selatan kerap disebut sebagai kota seribu sungai, khususnya di Kota Banjarmasin. Terdapat 4 DAS yang melewati lokasi banjir yakni DAS Maluka, DAS Cantung, DAS Satui, dan DAS Barito. Hingga hari ini di Indonesia tercatat telah terjadi 121 bencana banjir, 23 bencana longsor di 21 provinsi dan 91 kabupaten.
 
Hingga saat ini bantuan sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat, khususnya Presiden Jokowi dengan mengunjungi lokasi terdampak. Selain itu, instansi pemerintah pusat dan daerah terkait telah berkoordinasi untuk mengidentifikasi dan evaluasi agar dapat memutuskan kebijakan dan program yang tepat. Hal yang menjadi sorotan antara lain pengelolaan lahan bekas tambang, pembangunan infrastuktur pencegah banjir, serta program mitigasi banjir.
 
Penataan dan evaluasi perizinan tambang di Kalimantan Selatan juga menjadi bagian dari langkah progresif. Dinas Pertambangan Kalimantan Selatan telah melakukan beberapa langkah salah satunya mencabut 625 izin (IUP) tambang. Dalam hal merehabilitasi lahan bekas tambang, terdapat kendala yakni jaminan reklamasi yang diberikan oleh perusahaan terlalu kecil sehingga belum bisa mencakup semua area yang dipulihkan. Dari 220 IUP yang ada di Kalimantan Selatan saat ini, hanya 70 perusahaan yang usahanya berhasil.
 
Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan mengatakan terdapat lahan kritis di lokasi terdampak banjir yang harus segera di rehabilitasi. Langkah cepat selanjutnya salah satunya dengan merelokasi 2.300 hektar area rehabilitasi DAS untuk lahan kritis yang terdampak banjir. Selain itu, diperlukan total 23 ribu hektar luasan yang harus dilakukan revolusi hijau serta agro forestry. Selain itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga telah melakukan moratorium izin pembukaan lahan sawit.
 
Wakil Menteri menyatakan, “Diperlukan perencanaan konprehensif, kerjasama antar pemangku kepentingan, penataan regulasi dan kebijakan, rekayasa teknis, pembentukan kelembagaan, serta evaluasi dan monitoring. Intervensi harus dilakukan untuk menjaga infrastruktur ekologis yang berkelanjutan”. KLHK melalui Ditjen PKTL dan PDASHL akan melakukan evaluasi tata ruang, kerjasama dengan PUPR untuk reklamasi aliran sungai, dan merevegetasi wilayah DAS.
 
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dalam paparannya menyebutkan beberapa langkah percepatan pemulihan kerusakan lingkungan. Mempertahankan tutupan hutan minimal 30% dan meningkatkan kualitas tutupan lahan menjadi kunci. Menambah tutupan vegetasi, memperbaiki lahan yang rusak (terbuka, erosi, longsor, aliran air permukaan yang melebihi kapasitas sungai/drainase)-termasuk 511 ribu hektar lahan kritis, sekitar 200 ribu hektar dalam kawasan hutan, sekitar 300 ribu hektar di luar kawasan hutan, serta penanaman sekitar 32 ribu hektar per tahun (selama 16 tahun).
 
Karliansyah juga menyebutkan, percepatan pemulihan kerusakan lingkungan difokuskan pada: (1) pelaksanaan Perda Gerakan Revolusi Hijau; (2) pelaksanaan Perda RPPLH Provinsi Kalimantan Selatan; (3) pelaksanaan perda rehabilitasi lahan kritis; (4) penetapan prioritas lokasi pemulihan kerusakan lingkungan; (5) pendekatan DAS/sub DAS (pada data lokasi banjir); (6) evaluasi daya dukung sungai (volume air aliran permukaan lebih besar dari kapasitas sungai); serta (7) identifikasi area yang memberikan kontribusi peningkatan dan yang potensi mengurangi air aliran permukaan.
 
Langkah strategis yang dapat dilakukan dibagi menjadi vegetatif dan sipil teknis. Pemulihan secara vegetatif seperti rehabilitasi hutan dan lahan pada lahan kritis dengan mempertimbangkan lokasi banjir dan longsor serta proposional tutupan vegetasi pada segmen-segmen sungai yang kritis diharapkan dapat membantu. Percepatan pemulihan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, serta peningkatan kualitas tutupan lahan pada pertanian lahan kering dengan pembangunan agroforestri. Pemulihan lingkungan secara sipil teknis meliputi pembangunan bangunan konservasi tanah dan air pada daerah dengan tingkat erosi tinggi, pembangunan waduk/dam/bendungan di daerah tangkapan air yang luas, normalisasi alur sungai, serta penataan pertambangan dengan rehabilitasi/revegetasi dan pemanfaatan potensi lubang tambang.
 
Selain pendekatan teknis, diperlukan juga pendekatan sosial yaitu pembangunan ekoriparian di sempadan sungai, transformasi budaya dengan perhutanan sosial, dan edukasi publik tentang pentingnya das & lingkungan. Tak lupa, pendekatan hukum juga diperlukan yaitu pelaksanaan Undang Undang Cipta Kerja (ketentuan keterlanjuran), dan Rancangan Perpres percepatan pemulihan lingkungan pasca tambang.