News Photo

Rapat Kerja Teknis Ditjen PPKL "Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Indonesia Maju"

  • Selasa, 30 Maret 2021
Jakarta, 30 Maret 2021. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, resmi membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Tahun 2021 didampingi Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, M.R. Karliansyah di The Sultan Hotel & Residence Jakarta. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari dari 30-31 Maret 2021 ini dilaksanakan secara hybrid (daring dan luring). Tema Rakernis tahun ini adalah “Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Indonesia Maju” yang mencerminkan bahwa Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) telah dijadikan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024.
 
Acara dihadiri kurang lebih 1.057 secara daring (Zoom Cloud Meeting) yang berasal dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion KLHK, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kabupaten/Kota, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Rakernis bertujuan untuk koordinasi, mengevaluasi, menyusun strategi dan menetapkan target pencapaian IKLH tahun 2021-2024. Selain itu, diperlukan sinkronisasi untuk sistem pemantauan dan pelaporan IKLH antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selama dua hari, peserta mengikuti paparan dan diskusi dari para narasumber, dan dibagi menjadi 6 (enam) breakout session per ekoregion.
 
IKLH sendiri telah mengalami pengembangan metodologi dan penambahan indek kualitas lingkungan. Pengembangan metodologi terjadi pada Indeks Kualitas Udara (IKU), Indeks Kualitas Air (IKA), dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Parameter pemantauan IKA mengalami penyesuaian, penambahan perhitungan semak dan belukar dilakukan untuk menyempurnakan metode perhitungan IKTL, sedangkan IKU tidak terlalu banyak perubahan kecuali penyesuaian skala indeks.
 
Dalam sambutannya Menteri LHK menyatakan, “Saya berterima kasih kepada seluruh jajaran stakeholders lingkungan, khususnya di jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, atas segala upaya dan langkah yang sudah dilakukan. Sinergitas ini sangat penting membawa harapan dan opitmisme kepada masyarakat. Kita tahu berbagai gerakan masyarakat, sebagai kunci utama keberhasilan program penanganan lingkungan telah berlangsung”. Lebih lanjut, Siti mengungkapkan bahwa Rapat Kerja Teknis ini merupakan salah satu sarana membangun kolaborasi untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan hidup. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan kolaborasi karena IKLH dapat memberikan gambaran status kualitas lingkungan hidup dan proyeksinya dapat digunakan untuk menetapkan target upaya perbaikan lingkungan yang akan dilakukan bersama.
 
Pada Rakernis tahun 2020 lalu, KLHK telah menyepakati dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota baseline dan target IKLH pada setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dari kesepakatan itu, semua provinsi telah memasukan target IKLH dalam Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah. Menteri LHK berpesan untuk semua kabupaten/kota juga memasukkan target IKLH dalam RPJMD Kabupaten/Kota.
 
Di tahun 2020, nilai IKLH Nasional terjadi kenaikan sebesar 3,72 poin dari angka 66,5 poin di tahun 2019 menjadi 70,27 di tahun 2020 dan melampaui target dari RPJMN sebesar 68,71 poin. Secara lebih rinci terdapat 3 komponen IKLH yang yang telah memenuhi target RPJM yaitu IKA, IKU, dan IKAL. Penambahan media yang dievaluasi dilakukan dengan penambahan 2 komponen indeks baru yaitu Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) dan Indek Kualitas Ekosistem Gambut (IKEG). IKAL melakukan pemantauan kualitas air laut terutama mengukur pengaruh pencemaran dari daratan (landbase pollution), sedangkan IKEG digunakan untuk mengukur kualitas pengelolan ekosistem gambut dengan melihat keberadaan sekat kanal dan kebakaran lahan. IKEG ini di kombinasikan dengan IKTL untuk mengukur Indeks Kualitas Lahan (IKL).
 
Kementerian Dalam Negeri juga mendukung untuk mendorong jajaran Pemerintah Daerah untuk meningkatkan nilai IKLH, sehingga berkembang menjadi platform dalam membangun kolaborasi antar strata pemerintahan, pusat-provinsi dan kabupaten/kota. Tidak lupa, peran 6 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) juga menjadi bagian dari kolaborasi ini, dapat menjadi fasilitator dan dapat menjadi pusat koordinasi dalam upaya membangun dan memperbaiki kualitas lingkungan pada skala ekoregion.
 
Lebih lanjut, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan perlu menyempurnakan konsep IKLH ini dengan mengadopsi model DPSIR (drivers, pressures, state, impact and response) untuk menggambarkan hubungan antara aspek sosial dan lingkungan. Model DPSIR merupakan rantai hubungan sebab akibat yang menggambarkan kekuatan pendorong (faktor ekonomi, aktifitas manusia) yang menyebabkan tekanan (emisi, limbah) terhadap lingkungan sehingga menyebabkan status kualitas lingkungan (fisik, biologi dan kimia) mengalami perubahan sehingga terjadi dampak terhadap ekosistem, kesehatan manusia dan fungsi lingkungan, dan pada akhirnya menimbulkan respon berupa kebijakan program dan intervensi (prioritasisasi, penetapan target program dan indikator) untuk menanganinya. Jika IKLH dapat dilengkapi pendekatan model DPSIR, dapat diyakini bahwa kolaborasi perbaikan kualitas lingkungan ini dapat berlangsung lebih baik karena model ini dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, untuk mengkomunikasikan hubungan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang kompleks, untuk membangun keterlibatan pemangku kepentingan, dan sebagai alat evaluasi dan monitoring untuk pembuatan kebijakan dan sistem pendukung keputusan.
 
Selain membahas IKLH, dalam Rakernis ini dibahas mengenai capaian 6 Tahun (2015-2020) Ditjen PPKL yang dimulai dengan pembangunan  infrastruktur pemantauan kualitas lingkungan menjadi prioritas yaitu Air Quality Monitoring System (AQMS) untuk memantau kualitas udara dan Online Monitoring (Onlimo) untuk memantau kualitas air sungai, Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK), dan Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING) untuk industri, serta Simatag 0,4m untuk memantau tinggi muka air tanah di lahan gambut. Selain itu, untuk peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan industri atau dikenal dengan PROPER, terjadi peningkatan ekoinovasi sebesar 19,75 % per tahun sehingga pada tahun 2020 mencapai 806 inovasi yang berkaitan dengan efisiensi energy, Penurunan Emisi, 3R Limbah B3, 3R Limbah Non B3, Efisiensi Air & Penurunan Beban Pencemaran dan Keanekaragaman Hayati. Inovasi-inovasi ini mempu menghemat biaya sebesar Rp 107 Trilyun pada tahun 2020.